Suatu ketika seorang ibu memberikan kue pada salah satu anaknya dan mengatakan “Ini kue khusus untukmu, yang lain ga dikasih…! Ayo dihabiskan..”
Niatnya untuk menunjukkan bahwa betapa istimewanya anak tersebut. Yang terjadi adalah menanamkan kepada anak untuk ‘egois’, gak perlu memperhatikan yang lain. “Habiskan semuanya tak perlu berbagi”. Selanjutnya jika ini terus menerus terjadi, maka anak tanpa disadari menjadi pelit bahkan tamak. Hal tersebut tentu bukan yang diinginkan oleh orang tua.
Menanamkan kebiasaan baik memang haruslah sejak dini, agar lebih kuat tertanam. Kebiasaan adalah pengalaman yang berulang dan diulang terus menerus sehingga akhirnya menjadi bagian dari perilaku yang otomatis. Jika pembiasaan diakukan sejak dini maka asumsinya pengulangan itu semakin sering. Dengan demikian jejak pengalaman semakin kuat terekam dalam otak. Ingat, pengetahuan adalah sekumpulan pengalaman yang membuat jejak dalam otak dan bermakna.
Bicara soal bermakna atau tidak ditentukan oleh respon yang diterima oleh seseorang saat melakukan perilaku tersebut. Ini berarti kewajiban orang tua dan orang dewasa di sekitarnya yang memberikan makna kepada anak-anak kita tentang perilaku atau pengalaman yang terjadi.
Kembali pada contoh peristiwa di atas. Yang terjadi adalah orang tua sendiri yang membuat pengalaman dan secara tidak langsung telah memaknakannya juga. Orang tua mengekspresikan rasa sayang dengan memberikan segalanya hanya untuk anak yang disayanginya. Boleh jadi orang tua tersebut melakukan hal yang serupa kepada anak yang lainnya. Ini artinya membuat jejak yang serupa pada anak yang lainnya.
Bagaimana jika sedikit diubah ekspresi sayang kita misalnya demikian : “Nak ibu punya kue enak sekali, kesukaanmu. Ibu ingin kamulah yang membagikan kepada saudara-saudaramu. Mereka pasti senang ”. Lalu ketika anak keberatan, maka kita bantu bagaimana caranya membagi kue tersebut, sehingga dia bisa melihat bahwa semua bisa mendapatkan dan senang. Kemudian jika anak berinisiatif untuk berbagi dengan yang lain (saudaranya) berikan apresiasi berupa pujian atau hadiah (tambahan kue misalnya). Dengan demikian anak merasakan bahwa ketika ia berbuat baik, dalam hal ini berbagi, yang dia peroleh adalah kebaikan (pujian) dan bahkan tambahan rezeki (tambahan kue). Dengan demikian lambat laun anak akan meyakini bahwa berbagi tidak mengurangi, bahkan berbagi berarti bertambah.
Membiasakan anak mengingat saudaranya, temannya atau anggota keluarganya bahkan lingkungan sekitarnya saat mendapatkan rizki atau kesenangan, mengarahkan anak bahwa ada orang lain yang mungkin tidak mendapatkan kesenangan yang sama. Maka bersyukurlah…
Ketika kita bersyukur, maka Allah akan tambahkan nikmatnya. Syukur seperti apa yang akan menambah nikmatNya? Bersyukur dengan berbagi… ketika berbagi rizki, Allah akan tambahkan rizkiNya. Ketika berbagi kebahagiaan, maka Allah tambahkan kebahagiaan untuk kita.
Beberapa contoh cara yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan empati dan keinginan berbagi :
1. Ketika membelikan mainan : tidak selalu dibelikan untuk masing-masing. Atau belikan mainan yang bisa dimainkan/berlaku jika dimainkan bersama (berdua atau lebih)
2. Ketika membeli makanan : tidak selalu harus sejumlah anak sehingga masing-masing mendapatkan satu. Sesekali sediakan makanan dalam jumlah terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk masing-masing mendapat satu (seporsi). Misalnya membeli bakso 2 porsi untuk 3 atau 4 orang. Dengan demikian bakso tersebut harus dikelola bersama lalu dibagikan sesuai jumlah angggota.
3. Ajak anak mengamati lingkungan di mana ditemukan orang-orang yang berkekurangan sambil diceritakan, diberikan pemahaman bahwa makanan , hal yang biasa menurut kita, boleh jadi adalah hal yang istimewa bagi mereka.
4. Ketika di sekolah : guru membiasakan murid untuk mempersilahkan muridnya memberikan sebaian bekalnya atau bertukar makanan dengan temannya.
5. Orang tua dan guru membiasakan anak murid mengetahui siapa saja yang tidak masuk hari ini dan mencari tahu alasannya dengan mengajukan pertanyaan. Jika alasannya sakit, maka lakukan doa bersama untuk kesembuhan temannya tersebut.
6. Orang tua menunjukkan perhatian saat anak alami kesulitan atau membutuhkan sesuatu dan ulurkan bantuan yang disampaikan secara verbal. Misalnya : “Sepertinya kakak masih mau ya coklatnya? Ibu masih ada, kakak mau?” . Dengan demikian diharapkan anak diajarkan untuk sensitif terhadap kebutuhan / kondisi orang lain dan menawarkan bantuan tanpa menunggu diminta. Karena meminta adalah sesuatu yang kurang menyenangkan.
Masih banyak cara yang bisa dilakukan. Intinya adalah menstimulus anak bahwa “kamu tidak hidup sendirian dan untuk diri sendiri saja. Ada orang lain yang mebutuhkan bantuan dan memberikan bantuan di suatu waktu. Ada kesenangan dan kesulitan yang datang bergantian . Bagaimanapun keadaannya selalu ada alasan untuk bersyukur. Berbagi nikmat Allah adalah ekspresi rasa syukur kita.
Wallahu’alam bishowb.
Penulis : Lely Latifah, S.Psi
Litbang Yayasan IQRO’ Bekasi
.